Dalam budaya kita, menghormati sering kali diartikan sebagai sikap tunduk, patuh, dan kadang bahkan membisu di hadapan mereka yang kita anggap lebih tinggi. Tapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: apa sebenarnya arti menghormati yang sesungguhnya? “Menghormati dengan akal sehat berarti mengawasi dan menuntut tanggungjawab” – kalimat ini seperti kunci yang membuka pintu pemahaman baru tentang esensi penghormatan yang sebenarnya.
Menghormati Bukan Berarti Membisu
Menghormati bukan sekadar memberi salut atau pujian tanpa makna. Menghormati dengan akal sehat adalah sikap yang aktif, bukan pasif. Ini berarti kita tidak hanya mengakui posisi atau jasa seseorang, tapi juga memastikan bahwa mereka yang kita hormati menjalankan peran mereka dengan integritas dan tanggung jawab.
Ketika kita tidak mengawasi, ada risiko posisi atau kekuasaan disalahgunakan. Pengawasan adalah bagian dari memastikan bahwa setiap tindakan sesuai dengan harapan dan norma yang berlaku. Dengan menuntut tanggung jawab, kita membuka ruang bagi perbaikan dan kemajuan.
Menuntut Tanggung Jawab Bukan Ketidakhormatan: — Banyak yang salah paham bahwa menuntut tanggung jawab adalah bentuk ketidakpatuhan atau kurang ajar. Tapi sebenarnya, ini adalah wujud dari penghormatan yang matang. Ini menunjukkan bahwa kita peduli dengan kualitas dan integritas, bukan hanya sekadar menghormati sosoknya, tapi juga tindakannya.
Pasalnya, kebijakan publik bersinggungan dengan kepentingan publik. Kebijakan publik adalah cerminan dari bagaimana sebuah institusi merespons kebutuhan masyarakatnya. Di sinilah peran pengawasan dan tuntutan tanggung jawab menjadi sangat krusial. Kebijakan publik akan bersinggungan dengan kepentingan publik – artinya, setiap keputusan yang dibuat harus berdampak pada kesejahteraan dan hak-hak warga negara.
Masih segar, Pemerintah Kota Bandar Lampung hibahkan dana Rp60 Miliar ke Kejaksaan Tinggi Lampung. Buntutnya, Pemerintah Kota Bandar Lampung menuai sorotan dari berbagai kalangan terkait rencana menghibahkan dana sebesar Rp60 miliar untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Kebijakan ini dipertanyakan kebutuhannya dan apakah sudah sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat Bandar Lampung. Akademisi seperti Satrya Surya Pratama menilai kebijakan tersebut perlu dievaluasi karena pengelolaan keuangan daerah harus memperhatikan prinsip efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Disi lain, masih banyak persoalan di Bandar Lampung seperti jalan rusak, banjir, kemacetan, dan isu pendidikan yang belum teratasi dengan baik. Banyak pihak menilai alokasi dana hibah ini tidak mendesak dan sebaiknya difokuskan pada kebutuhan dasar warga kota seperti infrastruktur dan pelayanan publik.
Kritik konstruktif disampaikan oleh banyak pihak ke Pemkot Bandarlampung adalah bagian dari menghormati dengan akal sehat.
Kita perlu melihat tindakan secara objektif, bukan hanya menilai reputasi atau popularitas. Menghormati dengan akal sehat berujung pada kebaikan untuk semua, bukan hanya individu.
Mari Ubah Paradigma
Menghormati dengan akal sehat bukanlah sikap yang kontraproduktif; justru ini adalah fondasi bagi masyarakat yang lebih sehat dan dinamis. Dengan mengawasi dan menuntut tanggung jawab, kita bukan hanya menghormati individu, tapi juga sistem dan nilai-nilai yang menopang masyarakat kita.
“Menghormati dengan akal sehat berarti mengawasi dan menuntut tanggungjawab.” Mari kita jadikan ini prinsip dalam interaksi kita sehari-hari, demi kebaikan bersama dan kemajuan bangsa. (*)
Editor : MR Masjudin









