Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp14,275 miliar ini, yang bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) APBD Tahun Anggaran (TA) 2025 meskipun dilaksanakan di penghujung TA 2024, kini menjadi sorotan tajam karena indikasi penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara.Penggeledahan tersebut menargetkan dua kantor utama Pemerintah Kota (Pemko) Tebing Tinggi: Disdikbud dan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapendakab, sebelumnya BPKPD). Tim penyidik Kejati Sumut menyita sejumlah dokumen, data komputer, serta barang bukti lainnya untuk mendalami dugaan penyimpangan anggaran.
Mantan Kepala Disdikbud yang kini menjadi pelaksana harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekdako) didampingi selama proses penggeledahan, menandakan keterlibatan pejabat tinggi dalam kasus ini.
Temuan BPK: Kondisi Keuangan Pemko yang Terganggu Kasus ini berawal dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Utara nomor 50.B/LHP/XVIII.MDN/05/2025 tanggal 23 Mei 2025. LHP tersebut mengungkap bahwa kondisi keuangan Pemko Tebing Tinggi TA 2024 terganggu akibat penganggaran pendapatan daerah yang tidak rasional. Akibatnya, kota kekurangan sumber pendanaan untuk membiayai belanja modal maupun barang dan jasa yang telah dianggarkan.
Dugaan kuat muncul dari pergeseran anggaran BTT ke belanja modal melalui Peraturan Walikota (Perwa) Nomor 1 Tahun Anggaran 2025 tentang Perubahan Penjabaran APBD TA 2025, yang diterbitkan pada 13 Januari 2025. Pergeseran ini dianggap sebagai “titik rawan” pemufakatan jahat, karena BTT seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, bukan untuk pengadaan rutin seperti smart board yang seharusnya dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2020-2024.Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo. Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Lampiran Bab VI Huruf D Poin I.c Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, pergeseran antar jenis belanja sebelum Perda Perubahan APBD dapat mengganggu kewajaran penggunaan anggaran. Temuan BPK huruf (c) dalam LHP 2025 semakin menguatkan bahwa praktik ini berpotensi manipulatif.
Unsur Hukum Pidana Korupsi Sudah Terpenuhi
Ratama Saragih, pengamat kebijakan publik dan anggaran serta alumni PKPA Peradi Universitas Sisingamangaraja (USI), menyikapi penggeledahan ini melalui Media Kamis (30/10/2025). Ia menegaskan bahwa unsur actus reus (perbuatan pidana) dan mens rea (kesalahan atau niat jahat) dalam konteks Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) No. 31/1999 jo. No. 20/2001 sudah “terang benderang”.Untuk actus reus, Saragih menyoroti tiga kesimpulan utama:
- Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana, dan prasarana oleh pejabat penyelenggara negara (PPN) yang memiliki wewenang tindakan hukum publik.
- Niat jahat yang dimotivasi untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
- Timbulnya kerugian negara akibat pengeluaran anggaran yang tidak rasional di tengah defisit keuangan.
Sementara itu, mens rea terlihat dari pelanggaran prosedur BTT yang seharusnya dibebankan langsung untuk tanggap darurat bencana. Pengadaan smart board ini tidak memenuhi kriteria tersebut, sehingga pergeseran anggaran dianggap sebagai bentuk kesengajaan yang melanggar prinsip pengelolaan keuangan daerah.“Unsur material dan formil keduanya sudah terpenuhi untuk menjerat para pelaku korupsi tanpa tebang pilih dan transparan,” tegas Saragih.
Ia mendesak Kejati Sumut untuk segera menetapkan tersangka, mengingat penyidikan sudah berjalan dengan bukti permulaan yang cukup.
Update Terkini:
Penyidikan Masih Berlanjut Hingga 2 November 2025, belum ada perkembangan signifikan pasca-penggeledahan. Kejati Sumut masih memeriksa dokumen yang disita, termasuk kontrak pengadaan dan riwayat transaksi APBD. Beberapa pejabat terkait, seperti Plh Sekdako dan Plh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebing Tinggi, mengakui ruang kerja mereka digeledah, meskipun proses berlangsung lancar tanpa hambatan. Kasus ini juga mencerminkan pola sistemik di daerah: penyalahgunaan BTT sebagai “lubang tutup” defisit anggaran.
Di Sumatera Utara, temuan serupa pernah muncul di proyek infrastruktur lain, menurut laporan BPK tahunan. Publik kini menanti transparansi lebih lanjut, termasuk publikasi penuh LHP BPK dan audit independen untuk mencegah kejadian serupa.
Penulis : S.Hadi PURBA
Editor : MR Masjudin
Sumber Berita : Bongkar Post









