Bandar Lampung, BP – Di tengah hiruk-pikuk isu ekonomi nasional yang masih bergulat dengan fluktuasi harga komoditas dan target penerimaan negara, sebuah pertemuan sederhana di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bengkulu-Lampung menjadi sorotan. Kunjungan silaturahmi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung, Wirahadikusumah, kepada Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Satu Provinsi Lampung, Retno Sri Sulistyani, pada Selasa lalu (4/11/2025) dideklarasikan sebagai momentum penguatan sinergi.
Namun, di balik ucapan manis tentang kolaborasi dan transparansi, pertanyaan mendasar muncul: Apakah ini langkah konkret menuju akuntabilitas keuangan daerah, atau hanya ritual formalitas yang sering kali menguap begitu acara usai?
Pertemuan ini, yang digelar di kantor yang sama di mana Retno menjabat ganda sebagai Kepala Kanwil DJP Bengkulu-Lampung, dihadiri oleh perwakilan empat unit vertikal Kemenkeu: DJP, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan Bea Cukai.
Retno, dengan nada optimis, menyambut inisiatif PWI sebagai “momentum penting” untuk memperkuat transparansi informasi publik, khususnya terkait kinerja unit-unit tersebut.
“Masyarakat kini semakin kritis, sehingga informasi yang disampaikan harus edukatif, akuntabel, dan membangun,” ujarnya, didampingi oleh Purwadhi Adhiputranto (Kepala Kanwil DJPb Lampung), Ridho Wahyono (Perwakilan DJKN), dan Ilman Najib (Perwakilan Bea Cukai Sumatera Bagian Barat).
Sementara itu, Wirahadikusumah tidak hanya mengapresiasi sambutan hangat, tapi juga langsung mengajak Retno menjadi pembicara di diskusi bertema “Pajak Perusahaan Media” yang akan digelar PWI Lampung pada 21 November 2025. Harapannya? Kolaborasi nyata untuk meningkatkan literasi ekonomi dan perpajakan di kalangan jurnalis, sekaligus memperkuat etika dan profesionalisme media lokal.
“Kami berharap audiensi ini menghasilkan peningkatan kapasitas jurnalistik bagi anggota PWI,” tegasnya. Pada pandangan pertama, ini terlihat sebagai contoh kolaborasi ideal antara pemerintah dan media: saling mendukung untuk edukasi publik di era di mana hoaks keuangan bisa merusak kepercayaan masyarakat.
Kekuatan yang Menjanjikan, tapi Rentan Bias Institusional
Relevansi dengan Isu Kontemporer. Pernyataan Retno tentang masyarakat “semakin kritis” bukan sekadar retorika. Di Lampung, di mana ekonomi bergantung pada perkebunan sawit dan UMKM yang sering kesulitan memenuhi kewajiban pajak, literasi keuangan memang krusial. Data Kemenkeu menunjukkan realisasi penerimaan pajak daerah di provinsi ini hanya mencapai 65% dari target hingga Oktober 2025, dipengaruhi oleh fluktuasi harga global. Sinergi ini bisa menjadi katalisator untuk kampanye edukatif, mirip dengan program “APBN KiTa” nasional yang telah meningkatkan pemahaman publik tentang anggaran negara sebesar 20% sejak 2023. Dalam audiensi serupa dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung pada September lalu, Retno menekankan, “Sinergi dan kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat,” menunjukkan komitmen berkelanjutan terhadap edukasi.
Langkah Konkret Awal. Undangan diskusi pajak media bukan omong kosong; ini menyasar isu spesifik seperti PPN iklan digital yang membebani media kecil. Di Lampung, di mana gaji jurnalis rata-rata di bawah Rp3 juta per bulan, topik ini bisa menghasilkan panduan praktis, memperkuat independensi media tanpa bergantung pada sponsor pemerintah. Wirahadikusumah sendiri pernah menyatakan dalam acara sinergi dengan DJP, “Menurutnya, karena media tidak bersedia pajak, melainkan karena ketidaktahuan,” yang menegaskan bahwa edukasi adalah kunci utama untuk kepatuhan.
Kelemahan dan Risiko: Potensi ‘Event Washing‘
Berapa kolaborasi serupa sebelumnya yang menghasilkan output nyata? Tanpa target jelas—like workshop pajak gratis untuk 500 jurnalis—ini berisiko menjadi pencitraan semata, terutama di tengah reformasi birokrasi Kemenkeu yang masih tertatih (peringkat transparansi Lampung hanya 15 nasional per 2024). Retno, dalam audiensi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Lampung, menambahkan, “DJP membutuhkan hasil audit BPK yang laporannya dapat dimanfaatkan untuk perbaikan sistem perpajakan,” tapi implementasi di lapangan masih jadi PR besar.
Kolaborasi dengan Kemenkeu bisa menggoda framing berita yang terlalu lunak terhadap kebijakan pemerintah, mengorbankan peran media sebagai pengawas. Di sisi lain, jika diskusi 21 November melibatkan LSM penggiat anti korupsi, ini bisa jadi model sukses.
|
Aspek
|
Potensi Positif
|
Risiko Negatif
|
|
Transparansi
|
Edukasi publik via media lokal
|
Kurang metrik sukses (e.g., % peningkatan literasi)
|
|
Kolaborasi
|
Diskusi pajak media sebagai starting point
|
Pengaruh pemerintah pada konten jurnalistik
|
|
Dampak Lokal
|
Dukung UMKM Lampung patuh pajak
|
Formalitas tanpa follow-up nyata
|
Dari Inisiatif Nasional hingga Tantangan Daerah
Pertemuan ini bukan kejadian terisolasi. Kemenkeu Satu Provinsi Lampung, diluncurkan sejak 2020, adalah bagian dari strategi integrasi empat unit vertikal untuk percepatan layanan keuangan daerah—terutama pasca-pandemi. Retno, dengan pengalaman 30 tahun di DJP (termasuk sebagai auditor dan pelatih), adalah figur tepat untuk memimpin ini. Lampung sendiri menghadapi defisit APBD 2025 akibat penurunan ekspor sawit, dengan penerimaan non-migas naik hanya 12% YoY hingga Q3.
Di sisi PWI, organisasi ini—didirikan sejak 1950-an—sedang gencar lawan hoaks dan tingkatkan kompetensi di bawah Wirahadikusumah (2021-2026). Ini selaras dengan agenda nasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk literasi keuangan mencapai 45% pada 2024, meski Lampung masih di bawah rata-rata nasional. Secara regional, serupa dengan kolaborasi Bea Cukai Sumatera untuk anti-penyelundupan, tapi Lampung tertinggal dalam indeks digitalisasi layanan publik (peringkat 20 provinsi).
Dari perspektif analis, ini mengingatkan pada pola global: Kolaborasi pemerintah-media berhasil di negara seperti Singapura (dengan Singapore Budget Initiative), tapi gagal di tempat di mana independensi tergerus, seperti beberapa kasus di Amerika Latin. Di Indonesia, keberhasilan tergantung eksekusi—apakah diskusi November jadi titik balik, atau hanya catatan kaki di arsip birokrasi?
Sinergi PWI Lampung dan Kemenkeu adalah sinyal harapan di tengah badai ekonomi daerah. Jika diikuti dengan program terukur—like serial webinar pajak atau portal transparansi bersama—ini bisa jadi blueprint untuk provinsi lain. Namun, tanpa pengawasan independen, risikonya tinggi: transparansi yang dijanjikan berubah jadi bayang-bayang. —Mari pantau diskusi 21 November. Siapa tahu, dari Bandar Lampung, lahir model kolaborasi yang bikin kita semua lebih pintar soal duit negara — Optimis!